Autobiografi
Masa Pra Kelahiran
1.1 Masa Perkenalan Orang Tua
Awal bulan Agustus tahun 1988 adalah tahun yang biasa-biasa saja namun berkesan bagi orang tuaku. Kedua orang tuaku yang memang pada saat itu berada dalam satu universitas, yaitu Universitas Muria Kudus (UMK), bertemu. Ibuku memutuskan untuk masuk ke dalam Fakultas Sastra Bahasa Inggris, sedangkan ayahku meneruskan ke jurusan Pertanian. Aneh memang, bagaimana bisa ibuku yang masuk ke dalam fakultas Sastra Bahasa Inggris bisa bertemu ayahku yang masuk ke dalam fakultas Pertanian???. Namun, perbedaan fakultas yang sangat kentara tidak menyurutkan takdir untuk mempertemukan kedua orang tuaku.
Hubungan mereka terus berlanjut. Hingga yang awalnya hanya saling kenal saja, menjadi bertambah akrab. Saat kutanya ibuku “Bagaimana ibu bisa bertemu dengan ayah? Padahal fakultas ibu dan ayah jelas-jelas berbeda”. Lalu ibu menjawab “Ibu kan gaul…”, jawab ibu sambil tersenyum. Mau tidak mau aku pun tersenyum mendengar jawaban ibu . Aneh memang. Kataku dalam hati.
Tiga tahun kemudian, Ayah dan ibuku LULUS dari Universitas. Saat itu umur ibu 25 tahun, sedangkan umur ayah 28 tahun. Ya, umur ayah dan ibu memang berbeda 3 tahun. Saat kutanyakan pada ibu, “kenapa ayah yang berbeda umur 3 tahun dengan ibu bisa lulus di tahun yang sama?”. Jawaban ibu membuatku agak kaget “Pada saat itu kan ayahmu kuliah sambil kerja, kuliah-cuti-kuliah-cuti, jadi lulusnya tidak sama dengan teman-temannya”. Hm…, ya, orang tua ayahku (Kakekku) memang orang yang tidak punya, karena itu, ayahku, setelah lulus STM bekerja sambilan untuk membiayai kuliahnya sendiri. Heheheh flesback sedikit cuy
Siang itu tanpa diduga, ayah mendatangi rumah ibu di Jepara. Kira-kira pukul 2 siang, ayah datang sendiri mengunjungi ibu. Saat itu ibu baru saja bangun tidur, tentu saja sangat terkejut akan kedatangan ayah yang sangat tiba-tiba. Sungguh tak dinyana-nyana, tujuan kedatangan ayah adalah untuk melamar ibu. Ibu, tentu saja, terkejut untuk kedua kalinya. Bagaimana tidak? Setelah lulus, ayah dan ibu sudah jarang bertemu lagi.
1.2. Masa Pernikahan
30 Mei 1993 pukul 11.00 , di desa Bugo, kec. Welahan, kab. Jepara, dilaksanakanlah akad nikah antara Nur Kasmin (Ayahku) dan Siti Sa’adah (Ibuku). Momen indah yang tak akan terlupakan selamanya dari benak kedua orang tuaku. Saat itulah, keduanya akan resmi menjadi pasangan sehidup semati, menjalani bahtera rumah tangga penuh cobaan suka maupun duka
1.3. Masa Kehamilan
Setelah pernikahan, ayah memboyong ibu ke Tlogowungu (rumah orang tua ayah). 4 bulan kemudian, ibu, menunjukkan tanda-tanda kehamilan. Kehamilan yang pertama. Ayah sangat senang, tentu saja. Sebelumnya, bahkan ayah sempat khawatir andaikata ibu tidak bisa hamil. Kehamilan ibu membuat ayah dan keluarga ayah sangat senang. Saking senang dan bersemangatnya, tiap hari ayah rela mengambilkan buah kelapa untuk ibu yang dipercaya bisa membuat calon ibu dan si bayi tumbuh sehat. Sungguh tak terkira hatiku, ternyata kedua orang tuaku sangat menunggu kehadiranku.
1.4. Masa Kelahiran
Tepat pukul 3 sore, lahirlah seorang bayi gendut nan sehat! Itulah aku! Saat kelahiranku, dapat kubayangkan bagaimana bahagianya orang tuaku menyaksikan anak terkasihnya melihat dan menilik dunia. Momen yang indah tak terperikan.
Masa Pasca Kelahiran
2.1. Masa Balita (0-4 tahun)
Masa Balita adalah masa yang menyenangkan bagiku. Ingin sekali aku mengulang masa-masa indahku. Saat balita, aku terlahir sebagai bayi yang gendut dan sehat. Ayahku sering bercerita, saat masih bayi dulu, tubuhku sangat besar. Mirip seperti bantal. Hahahah..., ada-ada saja .
Namun tak terbayang dalam benakku, bagaimana repotnya mengurus aku dulu. Saat masih balita, orangtuaku sangat repot mengurusku. Aku tergolong anak yang rewel, tengah malam buta, ayah dan ibu harus terbangun mendengar isak tangisku. Untungnya, berkat kasih sayang orang tuaku, sekarang aku sudah tumbuh menjadi gadis yang mandiri .
ps: sebenarnya ini bukan fotoku waktu bayi.. Ketika aku mengobrak abrik album foto, ternyata foto masa kecilku sudah tidak jelas lagi warnanya, oleh karena itu terpaksa aku menggunakan foto adek sepupuku.
Tp, kira2 seperti inilah penampakanku sewaktu kecil:D
2.2. Masa Anak-anak (4-6 tahun)
Masa TK Bagian 1
Saat umur 4 tahun, ibuku memasukkan aku ke Taman Kanak-Kanak, TK Kemala Bhayangkari 42 namanya. TK ini berada di sebelah Brimob, itu yang menyebabkan banyak polisi-polisi yang bertugas di sana memasukkan anak mereka ke TK ini. Bagaimana saat aku TK dulu? Ya, aku hanya gadis kecil yang biasa-biasa saja, bahkan aku cenderung pendiam! Saat TK, aku hanya mempunyai sedikit teman akrab. Yang sampai sekarang masih kuingat adalah Emil, Devi, dan Dimas. Emil adalah seorang gadis kecil pemberani, aku merasa senang berada di dekatnya menjadi temannya. Devi sebaliknya, ia adalah gadis kecil penakut, namun, ia adalah gadis yang menyenangkan. Dimas, aku masih mengingatnya sampai sekarang karena ia adalah anak seorang polisi yang bertempat tak jauh dari TK, yang sering kali membuatku menangis dengan ejekannya.
Hm… Tak dapat yang banyak kuingat bagaimana masa-masa TK-ku dulu. Yang jelas, saat TK aku dikenal sebagai “Siswa Yang Ngantugan’’. Duduk di pojok kelas sana, menyilakan tangan di atas meja dengan posisi merebahkan kepala, itulah aku saat TK! Haah... Parahnya, kebiasaanku ini tak berhenti begitu saja, namun berlanjut hingga aku SMA! Saat itu, aku, yang hanya seorang gadis kecil biasa, mendadak dikenali oleh para guru “karena kebiasaan yang satu ini’’. Karena “ini’’, ibuku bahkan sampai dipanggil oleh guru kelasku...! Duh...
Anehnya..., sampai sekarang aku tidak pernah tahu dan tidak pernah mengerti bagaimana “kebiasaan’’ berawal. Dan ternyata eh ternyata, seorang teman kecilku, Devi, mengetahui asal muasal-nya. Beginilah asal muasalnya, “Alasan mengapa aku sering mengantuk di kelas adalah karena: aku tidak mau tidur sebelum ibuku tidur. Begitulah pembaca. Sekilas aku seperti anak baik yang tidak mau tidur sebelum ibu tidur. Namun pada kenyataannya, hanya satu kata yang bisa mengungkapkannya. Takut.
Setahun sebelum memasuki tahun ajaran baru, ayah dan ibu berencana memindahkan aku dari TK Kemala Bhayangkari ke TK Yaummi Fatimah. Aku tidak terlalu mengerti alasan “mengapa aku dipindahkan saat itu’’. Namun, ketika mulai dewasa, barulah kumengerti alasannya. Ayah dan Ibu ingin agar aku bisa mendapatkan pendidikan yang lebih baik. Di TK baruku ini, aku akan diajarkan mengaji Al-Qur'an.
Saat mengetahui aku akan dipindahkan oleh orang tua, guru-guruku berencana mengikutsertakan kelasku dalam acara perpisahan TK NOL BESAR. Acara perpisahan berjalan dengan meriah, saat itu kami menarikan tarian (tarian entah apa aku lupa). Perpisahan berjalan dengan menyenangan sekaligus meriah. Senang karena kami semua bergembira, sedih karena aku akan pindah TK.
Masa TK Bagian 2
Hari dan tahun yang baru di kelas yang baru bersama teman baru. Inilah aku, memulai hari TK di TK Yaummi Fatimah. TK ini berbeda jauh dengan Tk-ku yang lama dengan sistem pengajaran yang jauh berbeda pula. Saat anak-anak TK Yaummi Fatimah sedang mengaji atau belajar bahasa Inggris pukul 10 pagi, maka, anak-anak TK Kemala Bhayangkari sudah bisa pulang ke rumah masing-masing. Sedangkan anak-anak TK Yaummi Fatimah baru bisa pulang pukul 2 siang atau, apabila ada kegiatan tidur siang bisa pulang pukul 4 sore.
Di TK baru-ku ini, aku termasuk gadis kecil yang nakal dan usil. Pernah suatu ketika aku melihat temanku meneguk air dari dalam botol. Dengan usilnya, aku menaikkan botol itu tepat ketika ia sedang meneguk air. Maka tersedaklah ia hingga terbatuk-batuk. Ustadzah yang melihat kelakuanku langsung saja memarahiku, menyuruhku segera meminta maaf kepada temanku yang malang itu. Kenakalanku yang lain terjadi saat tiba waktunya makan siang. Aku selalu mengambil jatah lauk paling banyak yang membuat aku ditegur oleh Ustadzah. Begiulah aku saat TK NOL BESAR dulu .
Ada satu kejadian yang sampai sekarang masih terkenang di benakku. Hari itu sudah sore, berjam-jam aku menunggu ibu menjemputku. Mungkin ibu lupa aku pulang pukul 2 siang. Akhirnya ibu datang juga, mengendarai sepeda bersama adikku yang membonceng di depan. Aku segera menghampiri ibu dan lekas naik ke belakang sepeda. Sambil mengendarai sepeda, ibu meminta maaf kepadaku karena sudah telat menjemputku. Sepeda kami melaju perlahan di jalanan, namun kemudian terhenti ketika ada anjing besar berdiri di tepi jalan. Ibu, bukannya meneruskan laju sepeda, malah berhenti. Tentu saja aku panik, aku takut pada anjing itu. Aku berteriak-teriak meminta ibu melajukan sepedanya, namun ibu tetap bergeming, diam di tempat. Anjing itupun mendekat, mendekat ke arahku. Aku bertambah panik, tak tahu harus berbuat apa, aku hanya bisa mengguncang-guncang punggung ibu. Menyuruh ibu supaya lekas melajukan sepeda. Akhirnya, anjing itu bertambah mendekat, menjilati pergelangan kakiku. Ibu, yang sudah mulai tenang, melajukan sepedanya perlahan-lahan. Sesampai di rumah, ibu segera menyuruhku membasuh kaki dengan air pasir sebanyak 7 kali.Satu dia antara kejadian lucu lainnya adalah ketika aku tanpa sadar membonceng motor orang lain, saat itu, aku kira aku sudah benar membonceng motor ayahku. Namun, ternyata, motor yang aku tumpangi adalah milik ayah temanku. Sungguh aku sangat malu saat itu .
Setahun sudah berlalu, TK Yaummi Fatimah menyelenggarakan acara perpisahan di TK Yaummi Fatimah yang berada di Jl. Diponegoro. Perpisahan berjalan meriah. Diiringi tarian dan nyanyian yang dibawakan oleh anak-anak TK.
Ini adalah foto wisudaku dulu saat TK
2.3. Masa sekolah (6-12 tahun)
Umur 6 tahun, ayah mendaftarkan aku di sebuah Sekolah Dasar, yaitu SDN Ngarus 02. SD ini tidakjauh dari rumahku, karena itu, orang tuaku sengaja mendaftarkan aku di SD ini. Saat pendaftaran, Ayahku mewanti-wanti aku “ Nanti seandainya ditanya nama, jawab: Nurul Farida Efriani. Kalau ditanya alamat, jawab: Ds. Winong”. Saat itu aku tidak mengerti akan perintah Ayah, namun, pada akhirnya tetap aku jalankan juga.
Aku diterima di SD Ngarus 02 dengan mulus. Tak disangka-sangka, disini aku bertemu dengan ke3 teman kecilku, yaitu, Emil, Devi, dan Dimas. Surprise sekali rasanya. Tak menyangka sudah 1 tahun kami berpisah, sekarang bisa bertemu di SD yang sama, satu kelas pula.
Aku masih ingat kelakuanku dulu saat SD. Saat kelas 1 SD, aku tidak pernah mau berangkat sekolah sendiri. Harus diantar dengan Ayah, jika tidak, aku pasti tidak akan mau berangkat sekolah. Padahal aku tahu, jarak SD Ngarus 02 dengan rumahku tidak begitu, jauh cukup berjalan 10 menit.
Pernah suatu ketika, Ayah harus mengantar Ibu yang harus pergi menjenguk toko yang ada di Winong Kidul. Sebelum pergi, Ayah sudah berpesan padaku bahwa apabila Ayah datang lewat dari pukul 7, maka harus berangkat sendiri ke sekolah sendiri, kalau tida mau ya... naik becak saja. Namun, memang pada dasarnya aku ogah berangkat sendiri, aku masih saja menunggu Ayah pulang. Sesampainya di rumah, Ayah sangat terkejut mengeahui aku masih berada di rumah belum berangkat sekolah. Akhirnya, dengan berat hati Ayah mengantarku ke sekolah, hm... mungkin saat itu sudah pukul 8 pagi. Kebiasaanku inilah yang membuat orang tuaku bingung, apa yang harus dilakukan? Akhirnya, Ayah memilih memberiku pilihan: 1. Apabila aku masih bersifat keukeuh meminta di antar-jemput Ayah, aku hanya diberi uang saku Rp. 300,00 , 2. namun, apabila aku berangkat sendiri ayah akan menambah uang sakuku menjadi Rp 500,00. Awalnya sulit buatku untuk pulang-pergi tidak diantar Ayah, namun, lambat laun aku mulai terbiasa pulang-pergi sekolah sendiri.
Saat SD, aku tergolong anak yang pintar, namun sangat pendiam. Aku tidak akan mau berbicara pada seseorang sebelum orang tersebut mengajakku bicara terlebih dulu. Hm… Saat kelas 1 SD aku tidak pernah mendapat rangking di kelas sampai dengan caturwulan III. Keadaan ini terus berlanjut sampai saat kelas 2 caturwulan 2 aku memperoleh rangking V. Aku mendapat ciuman dari Ayah saat penerimaan rapor, begitu bangganya terhadapku yang bisa memperoleh rangking V besar di kelas. Begitulah..., saat kelas 3, aku memperoleh rangking IV, keadaan ini terus berulang sampai dengan kelas V SD aku bisa memperoleh rangking II. Namun, saat kelas 6 SD, rangking turun menjadi rangking IV. Sedih sekali waktu itu, namun, kesedihanku hilang saat mengetahui nilai UAN-ku mendapat peringkat 2 di SD Ngarus 02.
Enam tahun bukanlah waktu yang singkat. Selama bertahun-tahun, kulalui masa kecilku bersama teman-teman. Akhirnya, tiba juga perpisahan kelas untuk anak-anak kelas 6 SD Ngarus 02. Sedih sekali, mendengarnya. Apalagi, ditambah, kemungkinan kami akan beda SMP nanti. Namun, perpisahan kelas itu berankhir dengan kebahagiaan .
Hm… sayang sekali aku tidak memiliki foto teman-temanku saat SD dulu! T_T
Ini adalah fotoku saat pagi-pagi akan berangkat diantar Ayah. (Aku berada di sebelah kanan, sebelah kiri adalah adikku)
2.4. Masa Rema ja (12- sekarang)
Masa SMP
Menjelang umur 12 tahun, aku memantapkan diri untuk mendaftar di SMPN 3 Pati. SMP yang tergolong terkenal seantero kabupaten Pati. Deg-degan sekali rasanya melihat orang tua murid pada saat itu mencabut ijazah anaknya karena NEM mereka yang minim. Selama 3 hari berturut-turut, aku terus memantau keadaan NEM-ku, apakah aku masih dalam kondisi aman atau tidak. Namun, selama 3 hari, keadaan masih berjalan baik-baik saja. Aku diterima di SMPN 3 Pati.
Masih belum hilang keterkejutanku, Ibu memintaku untuk ikut tes “Imerisi’’. Itu loh teman...., kelas yang bahasa pengantarnya menggunakan bahasa Inggris. Aku, tentu saja menolak habis-habisan. Tapi, Ibu terus saja membujukku dengan berbagai alasan ini-itu. Kata Ibu, itu semua demi masa depanku. Aku masih saja bersikukuh dengan pendirianku untuk tidak ikut tes itu. Lagipula, Ayah juga mendukungku, kata Ayah, apabila aku tidak mau ya sudah tidak apa-apa. Namun, belakangan, Ayah juga ikut memaksa dan membujukku. Pada akhirnya, aku menuruti perintah mereka, ikut tes seleksi kelas Imersi dengan setengah hati. Aku berharap agar aku tidak diterima, namun, sisi lain dari diriku berkata lain. Aku harus lulus seleksi itu. Saat pengumuman hasilnya, aku lulus. Entah bagaimana perasaanku waktu itu, senang atau sedih aku tak tahu. Senang karena ternyata aku cukup pintar untuk bisa lolos seleksi, sedih karena ternyata aku lolos. Perasaanku tak menentu.
Kemudian, di sinilah aku pada saat itu. Masuk di kelas Imersi 7 C. Awal pelajaran, aku kaget sekali mendengar ocehan para guru yang menggunakan Bahasa Inggris. Telingaku tak biasa menangkap kata-kata dalam bahasa asing itu. Kembali aku menyalahkan orangtuaku karena ketidakbiasaanku mendengar bahasa Inggris.
Emosiku memuncak saat Pak Azis, guru Matematika menyuruh membaca dan mempelajari buku Matematika yang ternyata ditulis menggunakan Bahasa Inggris. Setibanya di rumah, aku marah-marah kepada Ibu ‘mengapa dulu memaksa aku ikut seleksi Imersi, padahal aku bersikeras tidak mau ikut’. Keadaan ini berlanjut sampai beberapa bulan kemudian aku tidak terlalu memusingkan apakah bahasa pengantarnya adalah Bahasa Inggris. Ya…, para pembaca yang budiman. Aku sudah mulai terbiasa.
Di kelas7 C, ini aku menemukan seorang teman berbagi suka maupun duka. Terbersit ingatan bahwa “bagaimana seandainya aku tidak masuk Imersi? Aku pasti tidak akan pernah bertemu teman-teman sebaik mereka“. Mereka adalah Rizka, Yunia, dan Hesti. Teman yang menyenangkan
Ini adalah fotoku saat masih SMP
Setahun kemudian pada kenaikan k elas aku naik ke kelas VIII B. Di kelas ini, aku tidak sekelas dengan mereka betiga. Agak sedih, tentu saja. Namun kesedihanku berkurang karena aku mendapat teman baru lagi.
Saat kelas IX C, sekolah mengadakan lomba tumpeng dalam rangka HUT Kemerdekaan RI. Teman-teman beramai menghias tumpeng. Saat diumumkan pemenangnya, kelas kamilah yang menang!
Foto saat tumpengan
Mendekati UAN, aku bersungguh-sungguh belajar. Dan, Alhamdulillah, aku LULUS dengan nilai yang memuaskan .
Masa SMA
Saat masa-masa pendaftaran, aku memilih SMAN 1 Pati sebagai tempatku menimba ilmu. Sebenarmya, aku memilih SMAN 1 pati karena campur tangan orang tuaku. Ibuku menyarankan aku untuk bersekolah di sana saja. Karena menurut Ibu, SMAN 1 Pati adalah sekolah unggulan. Sekolah di mana kecerdasanku akan diasah.
Setelah melewati masa-masa pendaftaran, diterimalah aku di SMA elit ini. Senang tentu saja bisa masuk ke SMA ini sesuai harapan ibuku. Setelah melalui matrikulasi dan MOS, berdirilah aku di sini. Di depan kelas X-7.
Awal-awal aku berada di kelas ini, aku merasa canggung dan tidak nyaman. Namun, larut-larut kemudian, aku sudah mulai terbiasa, bahkan merasa nyaman berada di kelas ini. Rasa kekeluargaan dan persahabatan yang sangat erat yang membuatku nyaman di kelas ini.
Begitulah para pembaca... Perjalanan hidupku masih panjang. Semoga aku selalu diberi kemudahan dalam menjalani hidup oleh Allah SWT. Amin.
aku berada ditengah :D
Comments
Post a Comment